Empati


Oleh : Titik Purwanti


Menjadi pejuang buah hati selama 9 tahun ini, membuat saya belajar banyak hal, salah satu nya adalah empati.

Sungguh tidak mudah mengolah rasa yang naik turun tidak beraturan. Terkadang bisa sangat "waras" menerima keadaan, tapi pernah juga merasa "down" oleh hal sepele. Iya sepele, bagi orang lain. Tapi terkadang, tidak bagi saya. Butuh waktu untuk bisa menerima dan menyembuhkan luka hati.

Dari perjalanan tersebut, dengan segala perasaan tidak nyaman yang kerap kali hadir, ada satu masa dimana saya berdialog dengan diri saya sendiri. Saya sengaja membiarkan semua rasa untuk mengalir saja tanpa berusaha saya bendung. Mendengarkan dengan sungguh-sungguh suara hati yang bergemuruh di sana, tanpa memberikan intervensi apapun.

Lalu tersadar, ada sejumput hikmah pembelajaran yang didapati dari proses tersebut.

Ya! Sekali lagi, ini tentang sebuah kata bernama "empati".

Jika selama ini, saya kerap mendapatkan pertanyaan yang menyalahkan, menyudutkan atau sekedar basa-basi yang tak beretika, maka dalam hal ini saya belajar untuk "bertanya".

Kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya dirasakan oleh orang lain. Bisa jadi, pertanyaan ringan yang kita lontarkan itu menorehkan luka baginya. Maka berempati saat bertanya kepada orang lain adalah pelajaran berharga bagi saya.

Jika selama ini saya bertemu beberapa orang yang dengan detail merasa penasaran dengan kondisi kami, maka saya pun belajar berempati bahwa setiap orang punya privasi yang tidak bisa dibagikan kepada semua orang yang bertanya.

Jika selama ini, saya bertemu orang yang menganggap kami mementingkan karir dan kurang berikhtiar, maka saya pun belajar bahwa, tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama dengan kita, barangkali memang ada orang yang tidak nyaman untuk bercerita kepada orang lain mengenai jalan ikhtiarnya. Apalagi kita tidak tahu pasti, sudah berapa jalan ikhtiar yang ditempuhnya, maka asumsi kita yang tidak-tidak, bisa jadi melukai perasaannya.

Jika selama ini saya pernah bertemu beberapa orang yang menjadikan kami bahan bercandaan, sungguh ini sangat memprihatinkan. Bagi saya, orang tersebut "tidak cukup punya hati" untuk bisa merasakan bagaimana jika yang berada di posisi sebagai pejuang buah hati adalah dirinya, pasangannya, adiknya, kakaknya atau pun saudaranya. Tentulah apalagi sebagai salah satu orang terdekat, kita juga merasakan kesedihan yang sama apabila kondisi tersebut dialami oleh orang di circle kita.

Dari sekelumit pembelajaran tersebut, saya menjadi salah satu orang yang terpilih untuk mengalami, berlapang dada menerima, kemudian mengambil hikmah atas nya.

Alhamdulillah, saya meyakini bahwa semua yang terjadi adalah yang terbaik.

Apa yang dinilai tidak baik di mata manusia, belum tentu demikian menurutNya.

Maka, mulai saat ini.. Bismillah untuk memilih fokus kepada hal-hal kebaikan saja dan selalu ber-khusnudzon dengan setiap rencana yang dipilihkan-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar