Catatan Seminar Keluarga Pembaharu 2022


 KELUARGA PEMBAHARU, TINGKATKAN KUALITAS KELUARGA INDONESIA

Oleh: Lina  Prihatin (Leader Ibu Pembaharu)


Begitu judul seminar yang kami ikuti pada Kamis, 6 Oktober 2022 tempo hari. Puluhan peserta dari beragam komunitas/instansi memenuhi undangan dari Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pemkab DIY.

Event ini merupakan sinergi antara Kementrian PPPA dengan berbagai stakeholder salah satunya ASHOKA yang mengusung Gerakan Keluarga Pembaharu (GAHARU). Dimana tujuan dari seminar ini diharapkan dapat memantik lahirnya keluarga-keluarga pembaharu dalam upaya mengimplementasikan Peraturan Menteri PPPA Nomor 7 Tahun 2022 tentang Peningkatan Kualitas Keluarga dalam Pembangunan.

Tulisan ini hanya sekedar impressi, tentu rasa yang diterima atau dirasakan setiap peserta dalam seminar ini akan berbeda-beda. Saya tulis disini spesial buat sahabat seperjuangan di Ekosistem Ibu Pembaharu, semoga dapat dinikmati dengan lahap dan menyenangkan. 

Terpantau 3 daerah yang menyelenggarakan seminar ini, yaitu Surabaya, Yogyakarta dan Lampung. Semoga kedepan bisa lebih merata hingga ke kota-kota lain se Indonesia Raya. 

Sebab, seperti yang disampaikan oleh ibu Erlina Hidayati Sumardi, S.IP., MM (Kepala DP3AP2DIY) di awal pembukaan seminar, beliau mengatakan bahwasanya keluarga adalah unit terkecil dalam bangsa, sehingga sangat urgent mewujudkan keluarga berkualitas dalam upaya membangun bangsa yang besar dan jaya.

Disini poin yang saya tangkap adalah, untuk melihat kualitas suatu bangsa maka mari kita lihat kondisi keluarga-keluarga dalam bangsa itu. Mereka adalah cerminan bangsanya. 

Sebagaimana perkataan seorang ulama yang bernama Ibnu Khaldun,

Negara itu kuat atau hancur sesuai dengan kondisi keluarga di negara itu

Ibu Erlina juga memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan keluarga di DIY, diantaranya pengasuhan yang tidak layak, tingginya angka perokok pemula, penggunaan narkoba di kalangan pelajar, kehamilan yang tidak diinginkan, anak kecanduan gadget, kekerasan terhadap anak dan perempuan, perceraian dst.

Alhamdulillah, beruntungnya kami di Ibu Profesional sudah dibiasakan menghadapi berbagai masalah, bahkan diberi tahu kunci awal sebagai pembuka pintu solusi, yakni dengan mengubah cara pandang, MASALAH menjadi TANTANGAN. Nampaknya sederhana, namun itu beneran powerfull banget membuat kita menjadi pribadi yang gak suka ngeluh, dikit-dikit ngeluh, yang akhirnya bikin ide kreatif menjadi beku.

Dengan mindset yang demikian (ubah MASALAH jadi TANTANGAN) akhirnya akan menstimulus kerja otak dan hati bersinergi harmonis lewat proses empati-aksi-solusi (dengan formula lingkar mekar). 

Ada 3 pembicara yang secara bergantian menyampaikan materinya dalam sesi diskusi interaktif keluarga pembaharu;

  1. Prijadi Santosa, KemenPPPA
  2. Nani Zulminarni, Direktur ASHOKA Regional Asia Tenggara
  3. Cahyadi Takariawan, Founder Jogja Family Center

---------------------------------~

1. Prijadi Santosa dari Kemen. PPPA

Di awal presentasi beliau menjelaskan tentang Renstra Kemen PPPA 2020-2024. Renstra Kemen PPPA 2020-2024, dengan 7 agenda pembangunan. Dan tujuan mewujudkan keluarga berkualitas ini masuk dalam urutan agenda ketiga yaitu, SDM Berkualitas dan Berdaya Saing. Yang selanjutnya berdasarkan arahan Presiden untuk Kemen PPPA menjadi target rencana dalam 5 hal;

  1. Peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan
  2. Peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak ( ssst... ini pendapat pribadi yah, kok yang dimention hanya peran ibu dan keluarga? ayahnya gak ditulis kah? kan semestinya biar afdhol disitu berbunyi "peningkatan peran ayah dan ibu serta keluarga ...." )
  3. Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak
  4. Penurunan pekerja anak
  5. Pencegahan perkawinan anak

Nah, setelah menjelaskan renstra diatas selanjutnya beliau memaparkan berbagai regulasi-regulasi yang sudah disusun termasuk kewenangan dan variable IKK (indeks kualitas keluarga). Simplenya, keluarga yang berkualitas menurut pemerintah itu dapat diukur dengan variable IKK dalam 5 dimensi;

  • Dimensi 1, Legalitas dan Struktur
  • Dimensi 2, Ketahanan Fisik
  • Dimensi 3, Ketahanan Ekonomi
  • Dimensi 4, Ketahanan Sosial Psikologi
  • Dimensi 5, Ketahanan Sosial Budaya

----------------------------------

2. Nani Zulminarni

Beliau Ashoka Fellow tahun 2007. Beliau menjelaskan bagaimana para fellow Ashoka memaknai sebuah perubahan dalam definisi, a changemaker adalah seseorang yang menyadari dan memahami realitas baru, melakukan aksi, dan berkolaborasi dengan yang lain untuk membawa perubahan bagi kebaikan semua

Wiiih, keren yah masyaaAllah...

Kemudian ibu Nani melanjutkan bahwa setiap orang itu bisa menjadi pembawa perubahan, istilahnya mah "Everyone a changemaker". Terkait dengan barisan masalah atau problematika keluarga di negara kita ini, maka setelah diurai ternyata lokus problemnya itu ada di keluarga. Senada dengan penjelasan di awal oleh ibu Erlina. 

Alhamdulillahnya, pemerintah sangat supportif terhadap gagasan perubahan ini sehingga kemudian berkumpulnya kita dalam forum seminar ini adalah bagian dari ikhtiar menemukan solusi. Dimulai dengan elaborasi konsep, hingga sharing atau lesson learning dari pihak-pihak yang concern (pegiat keluarga).

Kemudian ibu Nani melanjutkan bagaimana konsep perubahan ala Ashoka, tahapan perubahan sistemik, pendekatan yang dipakai hingga kerangka gerakan pembaharu (gaharu) keluarga. 

  • Keterampilan Inovator Sosial
  • Perubahan Sistemik
  • Pendekatan
  • Kerangka Gerakan GAHARU

MasyaAllah kebayang indahnya bila setiap keluarga menjadi keluarga pembaharu. Sebagai kaum ibu, kami di Institut Ibu Profesional dianjurkan untuk memberi ruang bertumbuh dan mendukung penuh bagi setiap pembawa perubahan. Sekecil apapun aksinya.

Asasnya, ibunya dahulu yang harus memulai. Jika ibunya selalu berpikir menjadi orang pembaharu maka lahir generasi PEMBAHARU MUDA.

👏👏👏

Sesi Bu Nani ditutup dengan tepuk tangan bangga dari seluruh pendengar di ruang seminar. 

------------------

Selanjutnya, pembicara ketiga juga merupakan pembicara favorit dalam seminar ini.

3. Cahyadi Takariawan, Gender Champion DIY 2021

Beliau mengajak kami untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda dari stereotip keluarga di masyarakat kita. Stereotip yang jamak tersebut bahwasanya tugas domestik itu adalah kewajiban istri. Namun, dalam perspektif Islam justru hal tersebut merupakan kewajiban suami.

Bpk Cahyadi menjelaskan dengan sangat tenang dan terang. Pak Cahyadi juga kembali mengingatkan peserta tentang akad nikah dalam Islam itu esensinya adalah untuk menghalalkan farji (kesucian perempuan), dalam arti bahwa tujuan dari pernikahan bila diperas dari berbagai tujuan maka esensinya akan berujung pada menghalalkan hubungan (intim) suami istri. Sehingga, dari sini dipahami bahwa tugas utama seorang istri adalah memberikan pelayanan syahwat dengan niat ibadah (pendamping suami) yang mana nantinya disebut sebagai fungsi reproduksi.

Lalu ketika sang istri ini menunaikan kewajibannya dengan baik, dan Sang Pencipta karuniakan amanah mungil dalam rahimnya maka tugasnya bertambah menjadi pendidik anak (al umm madrasatul ula). Kita dapat simpulkan bahwa tugas asal seorang perempuan yang telah menikah ada 2;

  1. Sebagai pendamping suami (fungsi reproduksi)
  2. Pendidik anak (fungsi edukasi)

Pembagian peran rumah tangga (pendapat mahzab  Hanafiyah & Malikiyah)

Pembagian peran rumah tangga (pendapat mahzab  Syafi'iyyah & Hanbali)

Dan para suami memiliki tugas sebagai Qowwam (pemimpin) keluarga dan Pejuang nafkah. Terkait urusan domestik, seperti cuci bilas jemur, masak sayur mayur, belanja isi dapur itu juga  pada asalnya adalah tugas suami. Ketika sang suami tidak dapat melakukannya ia boleh meng-hire asisten untuk membantu tugas tersebut, atau sang istri secara sukarela turut ta'awun sebagai bentuk aplikasi nilai keromantisan dalam rumah tangga. Maka, adanya asisten rumah tangga hakikatnya bukan membantu kerja para istri, tapi justru membantu para suami menunaikan kewajibannya.

Inilah insight paling nendang yang disampaikan oleh pak Cahyadi dalam presentasinya. Ketika kita melihat siroh Nabi Muhammad, akhirnya kita juga temui kisah dimana Nabiyullah juga menjahit baju nya sendiri, memperbaiki sendalnya bahkan mengangkat ember air. Demikian kesaksian langsung dari istri beliau, Aisyah Radhiyallahu Anha.

masyaAllah, indah sekali

-----------------------------

Akhirnya selesai sudah sesi diskusi interaktif bersama dengan para narasumber keren-keren.

Setelah ishoma, seminar dilanjutkan dengan dinamika kelompok bersama kakak fasilitator mba Rina (ASHOKA).

Sudah menjadi tradisi diskusi kelompok adalah tempat paling asik untuk curah gagasan, ruang interaksi yang membangun dan saling memberi manfaat antara satu sama lainnya.

Pada sesi ini peserta mulai menyelam lebih dalam tentang pengetahuan akan dirinya dalam segmen Mandala Diri, setelah itu lanjut dengan brainstorming masalah vs peluang.

Satu kata buat segmen ini, nagih.

Ya nagih banget, dan rasanya kami merasa perlu ada follow up dari seminar ini, mungkin semacam gagasan kolaborasi antar elemen/instansi untuk bikin projek inovasi bersama.


Yogyakarta, 08/10/2022

Tidak ada komentar:

Posting Komentar