Cerita Perjalananku di Komunitas Permata Hati


Cerita Perjalananku di Komunitas Pertama Hati


Oleh: Noer Zein Hidayati (Member Komunitas Permata Hati)


image

Seperti pada beberapa pemuda/i di usia menginjak 22 tahun ke atas, aku juga pernah mengalami fase yang sering orang sebut dengan quarter life crisis, dimana pada usia aku sedang mengerjakan skripsi ini, aku mengalami kebingungan, malas, keseharian gak jelas, selalu mencari hiburan, tapi juga ingin bangkit, cepat lulus, dan sukses pada waktu yang bersamaan. Aku yang seharusnya bisa menyelesaikan kuliah 3,5 tahun saat itu, tapi menyia-nyiakan kesempatan itu hingga akhirnya lulus 4,5 tahun kemudian dengan fase kebangkitan yang tidak mudah. Aku melaksanakan shalat taubat untuk pertama kali kala itu, meminta maaf pada Allah karena selama ini mungkin terlalu mengandalkan akal dan pikiran sendiri, lupa bahwa semuanya dari Allah.


Fase setelah itu adalah fase sindrom harus sukses dan perasaan malu pada tetangga karena “sudah kuliah tinggi-tinggi, seharusnya aku bisa lebih sukses dari mereka”, perasaan ingin menunjukkan siapa diri begitu besar hingga mengalami stres karena hanya berada di desa saja. Desa yang nampak mati, gak ada apa-apa, karena tidak ada wadah di desa untuk mengembangkan diri seperti saat di kota dimana ilmu dan kesempatan sangat banyak. Aku mati kutu. Tapi aku adalah anak perempuan terakhir, tak boleh pergi kemana-mana, harus menjaga orangtua di sisa waktunya. Mulai saat itu aku sering marah pada keadaan, ditambah harus menerima fase baru yaitu diburu menikah, dan mulai saat itu pula aku mulai aktif menulis diary, aku tulis semua uneg-uneg diri yang hampir semuanya adalah rasa marah, kesal, mengutuki diri, dan emosi negatif lainnya.


Fase diburu untuk menikah semakin menjadi-jadi. Tak terhitung laki-laki yang ditawarkan bertamu ke rumah. Ditambah kedua orangtuaku sakit parah bersamaan, mereka tambah menjadi lebih melankolis, takut nanti tidak sempat menyaksikan anak terakhir dan perempuan satu-satunya menikah. Aku bertambah takut, “bagaimana jika itu benar-benar terjadi?”, akhirnya itu semua benar-benar membebaniku. Dari situ aku mulai lebih aktif menulis diary keresahan.


image

Ketakutan itu menjadi kanyataan. Ibu menghadap ilahi, 11 bulan kemudian bapak menyusul. Di akhir usia bapak dan ibupun yang dipikirkan adalah aku, aku ingat betul ketika aku papah ibu ke kamar mandi kala itu, nafasnya sudah terengah-engah, sangat lemah. Ibu menangis, bukan karena penyakitnya tapi karena aku, “kasian kamu nak, sendirian merawat bapak ibu”, ujar ibu sambil menangis, ah ya aku 3 bersaudara, tapi setelah menikah kakak-kakak punya rumah dan kehidupannya sendiri, jadi aku yang tinggal untuk menemani bapak dan ibu di rumah. Sesekali kakak juga berkunjung, walau sibuk tapi intensitas lebih sering dari biasanya.


Di masa-masa sulit itu aku aktif membaca tulisan-tulisan inspiratif, aku punya teman kuliah 1 bimbingan ketika kuliah, dia menulis buku, aku membelinya, lingkar pertemanannya mengantarkan aku pada tulisan Mas Arif RH, mbak Zaki, Gus Banan, Mas Fahmy, Bunda Ipung, alm. Pak Hermawan Gatot S, dan banyak lagi lainnya. Karena tontonan dan bacaan dari beliau-beliaulah aku paham, tak baik memendam emosi buruk. Saat itu aku beranikan diri membakar diaryku dan mengganti playlist musikku yang mulanya adalah lagu-lagu galau dan pesakitan. Beberapa tahun berlalu karena mengikuti guru-guru online tersebut akhirnya aku dipertemukan dengan Komunitas Pertama Hati.


image

Tahun 2022 ini adalah tahun ke-4 aku menikah dengan suami, dan hingga hari ini belum ada tanda-tanda hadirnya buah hati. Dengan bergabung dengan Komunitas Pertama Hati aku berharap mendapatkan wadah baru untuk belajar menjadi istri, calon orangtua, dan pribadi yang lebih baik. Dengan bergabung dengan orang-orang sefrekuensi aku yakin kita bisa saling support dan menguatkan. Banyak hal yang aku pelajari dari komunitas ini, dan aku juga menerapkannya di bidang kehidupanku yang lain, seperti teknik identifikasi masalah dengan metode Star Bursting, aku juga menerapkannya untuk mengetahui masalah anak-anak di sekolah dan mencari akar masalah pokokku dalam kecanduan gadget.


image

Pada materi self love aku memulai dari poin no 1 terlebih dahulu dalam membuat langkah perbaikan dan komitmen selama 30 hari, surprisingly dari poin 1 saja aku bisa mengerjakan dengan baik poin-poin yang lainnya. Alhamdulillah terasa sekali perbaikan dalam diri ini. Aku sekarang jadi melihat sisi negatif dan positif adalah hal yang perlu sama-sama ku syukuri. Keduanya pada porsi yang cukup adalah kebaikan.

Entah sebesar apa energi cinta dan ketulusan yang dikeluarkan untuk komunitas ini, sehingga pancaran kekuatan membangkitkannya sampai padaku yang dibatasi jarak ratusan kilometer ini. Yang jelas hingga tulisan ini dibuat aku sadar bahwa kesemuanya masih sebuah perjalanan belum final, ke depan aku pasti akan tetap melalui fase up and down dalam hidup, tapi berkat komunitas ini aku jadi tahu kemana seharusnya kaki ini melangkah selanjutnya. Terimakasih untuk para orang baik yang sudah mau meluangkan cinta dan waktunya yang berharga untuk berbagi dan membersamai kami bertumbuh, aku berdo'a dengan tulus semoga kebahagiaan, keberkahan, kesehatan, dan kesejahteraan hidup selalu membersamai sepanjang perjalanan hidup. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar