Pertemuanku dengan Permata Hati




Aku masih ingat hari itu. Kurang lebih 6 bulan yang lalu. Rasanya hari itu sangat berbeda, diawali pagi yang tidak bisa dibilang cerah.


Yah! Pagi itu aku terpuruk (lagi). Meski bukan untuk kali pertama, namun menghadapi kenyataan sepagi itu membuat hatiku kacau balau, apalagi setelah sekian waktu harapan telah membumbungkanku terlalu tinggi.


"Awal yang sempurna, untuk membuat mood ku seharian rusak." pikirku lesu. Awan mendung seketika menggelayuti hatiku, lantaran hadirnya siklus bulanan, nihil gejala.
Di pojok ruangan aku terpuruk, diromusha keadaan untuk mencari kekuatan dan alasan bangkit.


Pagi itu, aku bangun dengan kejutan. Kejutan yang sama sekali tidak menyenangkan. Aku membuka mata, kudapati celana dan spreiku bersimbah darah. Siklus bulanan yang tak kuharapkan hadir bulan itu. Dia benar-benar datang tanpa diundang.
Hatiku remuk, perasaanku kecewa, entah rasanya sakit itu tak bisa kujelaskan.
Dalam kesedihanku saat itu, aku hanya ingin diam tanpa diusik. Karena dengan bicara pun tak akan menjadikannya solusi. Untuk apa bercerita, bahkan aku tau persis siapapun yang aku ajak bicara belum tentu memahami apa yg aku rasakan.
Aku tak hanya berkubang dalam lumpur kesedihan. Namun lebih tepat, aku tenggelam di dalamnya, hanya oksigen tersisa di paru-paru menjadi kekuatan. Jika sedikit saja lebih lama aku tenggelam mungkin tamat sudah riwayatku. Hanya aku sendiri yang bisa menentukan, berusaha melawan gravitasi dan berusaha kembali ke permukaan meski aku tak bisa berenang.


Sudah ku katakan berulang kali pada hati kecilku.


"Jangan berharap, kamu bukan orang dengan insting, ataupun feeling yang kuat, jadi tak usah bicara feeling, itu hanya akan mengecewakanmu."


Sayangnya dia tak pernah mau menurut, keyakinan itu selalu ada, entah kapan terwujudnya.
Aku hanya ingin diam, memahami kekecewaanku, membalut sakitku. Menghibur diriku sendiri. Mencoba memaafkan sisi lemah jiwaku, berusaha menerima dia apa adanya. Kesedihan dan kelemahannya.


Entah berapa kali sudah aku berucap ikhlas, tapi kondisi memaksaku bereaksi sebaliknya, aku terpuruk.


Malu? iya aku malu, pada diriku sendiri yang sering kali bersikap seolah semua baik-baik saja tapi sebenarnya tidak. Pada pengharapanku atas apa yang menjadi rahasia ilahi, pada kesejatian penghambaanku pada Rabb-ku.


"Biar saja, berteriaklah, menangislah sekeras kamu bisa, aku memaafkanmu, sungguh aku tahu bebanmu, rilis lah emosimu setelah itu bangkit dan tersenyumlah." Kataku pada hatiku.


***
Medio, pertengahan bulan Juli 2021.


Sebuah pesan WhatsApp kuterima dari salah seorang teman bernama Mbak Adelia Oktora, dimana kami sesama anggota sebuah komunitas. Pesan itu berisi ajakan yang langsung ku iyakan untuk bergabung dengan teman-teman lain diantaranya: Mbak Zakiah Darojah, Mbak Titik Purwanti dan Mbak Indah Catur dalam proyek inisiasi pembentukan sebuah komunitas  baru berisi sesama pejuang garis dua yang kelak diperkenalkan dengan nama Permata Hati. Komunitas yang kita kenal saat ini.
Gayung bersambut, tawaran yang menarik. Aku yang selama ini merasa sendiri dalam penantian, berusaha bangkit sendiri ketika dihantam badai kekecewaan. Lambat laun merasa tidak sendiri sekaligus dikuatkan dengan hadirnya mereka berempat dalam keseharian meskipun hanya lewat dunia maya.


Hari demi hari berlalu, banyak hal yang telah kami bahas dan persiapkan untuk pembentukan Permata Hati demi mewujudkan cita-cita membersamai saudari-saudari kami sesama pejuang buah hati.


Jerih payah itu terbayar, ketika Permata Hati lahir dan launching pada tanggal 1 November 2021. Tak terelakkan lagi rasa bahagia hadir bercampur haru yang tak tertahan.
Kini aku tak sendiri, setelah qodarullah, Allah mempertemukan ku dengan 4 sahabat seperjuangan yang selalu saling dukung, Allah pun memberi bonus tambahan.   
Ketika komunitas ini lahir dengan tujuan membersamai dan menginspirasi sesama wanita dengan problem yang sama. 


Wanita yang sebelumnya bisu, tak mampu berkata-kata, tak tahu harus curhat ke siapa, pada akhirnya sedikit lega menemukan wadah untuk berbagi dan bersinergi, sehingga menjadi pribadi yang lebih produktif, bahagia dan penuh dengan energi positif meski belum mempunyai buah hati.


Disitu secara tidak langsung aku pribadi pun merasa dibersamai dan merasa apa yang kami lakukan bisa berarti juga untuk orang lain, hidup terasa lebih berarti. Sungguh itu berkali-kali lebih membahagiakan.


Infertilitas bukan aib, bukan suatu hal yang perlu ditutupi. Belum mempunyai buah hati juga bukan halangan untuk berkarya. Permata Hati mengajarkanku banyak hal, dimulai dari menggali misi hidup dan mencari pokok permasalahan yang sebenarnya ada.
Kadang selama ini tanpa kusadari aku hanya fokus pada masalah yang terlihat di permukaan, tanpa menyelami masalah sebenarnya yang ada lebih dalam lagi, hingga penyelesaiannya pun tidak sampai pada akar masalahnya.


Namun kini bersama Permata Hati aku yakin semua perlahan berproses menuju lebih baik lagi.

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar