NYANYIAN GADIS SINTREN



"Turun-turun Sintren

Sintrene Bidadari

Nemu kembang yun ayunan

Nemu kembang yun ayunan

Kembange Siti Maimun

Bidadari Kahiyangan."


"Dasar perempuan jalang, sudah untung kamu aku beri kesempatan hidup."


Braakkkkkkkk ....


Perempuan dengan baju robek di bagian depan, tersisa hanya beberapa helai menutup kemaluan. Tersungkur di pojok gubuk reot yang bocor saat turun hujan.


"Maak, bangun maaak" kuguncangkan tubuhnya yang diam tak bergeming, darah segar mengucur dari sudut bibirnya yg terlihat lebam. Kuseret tubuh emak agar bisa kupindahkan diatas dipan. 


"Nabi Muhammad itu menikahi seorang wanita mulia dari kalangan Suku Quraish, Khadijah Al Kubro begitu gelar wanita mulia ini. Bagi Nabi Muhammad, Khadijah bukan hanya seorang isteri. Tetapi juga penguat keimanan dan perjuangan Islam. Wanita pertama yang menyatakan keimanan kepada Nabi, disaat tak ada satupun Orang Mekkah mempercayainya. Sepeninggal Khadijah, Nabi Muhammad benar-benar kehilangan sosok yang tangguh. Beliau kemudian menikahi beberapa janda yang dinikahi bukan karena nafsu, tapi karena kemanusiaan dan tentu saja atas perintah Allah. Sehingga suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq menawarkan Putrinya yang bernama Aisyah untuk dinikahinya. Aisyah dinikahi oleh Nabi Muhammad dalam usia yang masih muda, dan satu-satunya isteri Nabi yang dinikahi dalam kondisi gadis. Aisyah menjadi wanita yang dianugerahi kecerdasan luar biasa dan paling banyak meriwayatkan Hadits, karena beliau yg sehari-hari hidup bersama Rasulullah, maka dari semua kegiatan sejak bangun tidur sampai hendak tidur kembali Aisyah menjadi saksi nyata, sehingga dari Aisyah-lah kemudian keluar banyak Hadits Nabi" Suara Ibu Rohmah begitu merdu, di iringi oleh angin sepoy-sepoy di siang hari bolong, membuat siswa SD Binangkit sebagian besar mengantuk.


"Bu, apakah Siti Aisyah memiliki anak?" Tanyaku lantang membangunkan Murni teman sebangku yang hampir kepalanya terantuk kursi karena ngantuk tak tertahan. 


"Siti Aisyah tidak memiliki anak sampai beliau meninggal dunia Kadarsih" dengan sabar Bu Rohmah menjelaskan.. 

"Siti Aisyah itu menikah, ngga kayak emak kamu ngga menikah tapi punya anak .... Hahahaha" Parjo menimpali dengan terbahak-bahak, di iringi oleh teman-temannya yang tertawa mengejek Kadarsih.


***


Laki-laki dengan badan kekar dan tato hampir di seluruh lengan dan dadanya menghampiri emak. Aku tak mendengar apa yang mereka bicarakan, namun kulihat emak meringis karena kakinya diinjak oleh lelaki itu.


"Darsih, Darsih, ayo bangun" Suara Emak memecah kesadaranku. Sambil mengucek-ucek mata aku bertanya "mau kemana kita mak?"

"Ssstttt... Jangan keras-keras nanti ketahuan" Setengah sadar aku dan emak keluar dari gubuk "pondok puteri" di tengah malam gelap gulita. 


Kami berjalan melewati jalan setapak, emak tidak memilih jalan raya, karena takut ada orang yang melihat. Baru saja kami hendak meninggalkan kampung pesisir itu, tiba-tiba ada cahaya yang sangat menyilaukan mata.. 

"Hai, mau kabur kemana kalian?"


Kami berlari sekuat tenaga, sampai akhirnya sebuah pukulan keras menghantam kepala kami, dan semua menjadi gelap... 


BYURRRR... 

"Dasar perempuan tak tahu diuntung, sudah untung kamu bisa hidup bersama anakmu disini, kamu tak memiliki siapa-siapa disini kecuali aku."

Wanita dengan gelang emas yang rembel sampai siku, mengeluarkan asap dari rokok yang dihisapnya."Mamih, ampun mamih.. Ijinkan kami pulang."

"Pulang, pulang kemana kamu? Tak ada satupun keluargamu yang mau menerima perempuan bunting tanpa suami!"


***


Bau anyir dari ikan asin yang dijejer sepanjang jalan, bercampur dengan bau keringat dari para lelaki yang bertelanjang dada. Mereka sedang menyiapkan jala dan peralatan lain untuk menangkap ikan.


Musim panas tahun ini lebih lama dari biasanya, tak ada orang yang sanggup memakai baju panjang dan lebar disini, perempuan separuh baya memilih dan memisahkan ikan yang kecil dan yang besar hanya menggunakan kaos kutang, perempuan muda yang memiliki bayi membiarkan payudaranya dihisap bayi tanpa penutup sama sekali.


Wanita dari luar negeri menjadi TKW pulang dengan berbadan dua bukan hal yang aneh disini, para suami pun tak keberatan jika isteri mereka datang dengan keadaan bunting, asalkan ada uang pesangon dari majikannya, maka anak yang lahir dianggap anak sendiri.


"Aku bukan wanita penggoda, aku bukan wanita yang jual diri, aku hamil karena diperkosa sepulang sekolah" Teriak emak saat dirinya meronta ingin kabur untuk kesekian kalinya.


"Hei Mariah, kalau kamu mau pulang. Pulang saja. Tapi anakmu yang lumayan manis itu harus tetap diam disini" Hardik Mamih Darliah.

"Mamih boleh jual saya kepada siapa saja, tapi jangan jual Kadarsih anakku." Emak histeris.


"Anakmu masih terlalu ingusan, aku tak ada niat jual dia sekarang. Tapi setidaknya dia bisa menghasilkan uang jadi "Gadis Sintren."


Suara kendang ditabuh dengan keras, mengiringi terompet yang memekakkan telinga. Bau kemenyan menyeruap hampir di semua juru, aku yang tak tahu menahu kemudian dimasukkan ke dalam kurungan ayam. Entah apa yang terjadi, aku tak ingat apapun. 


"Sintrene ayu temen ya, masih cilik tapi ayu pisan." 

Siulan penuh birahi saling sahut menyahut, seperti tak ada capeknya, aku terus menari diantara sekian banyak lelaki yang mabuk tuak murahan. 


Setiap musim hajatan, maka Mamih Darliah semakin seneng. Konon banyak orang yang nyawer saat aku menjadi Gadis Sintren. "Kadarsih memang bawa hoki" 


Hingga suatu ketika aku dipanggil oleh Mamih "Darsih, kamu mau dibelikan apa?"

"Ngga mau dibelikan apa-apa mamih, Darsih hanya ingin pulang sama Emak ke kampung" 

"Huhhhh emak sama anak sama saja"


***


Perbukitan yang hijau, dengan sawah berundak. Hawa sejuk mencium kulit kami yang kering. Kulihat wajah Emak begitu sumringah, ada titik-titik bening disudut matanya. Setelah berjalan menapaki jalan yang berbukit, akhirnya terlihat perkampungan yang ramai dengan suara alunan sholawat dan ayat suci. Kami berpegangan tangan semakin erat. Beberapa kali emak hampir jatuh karena tubuhnya gemetar. 

"Assalamu'alaikum Ambuuu"

"Waalaikumsalam .... " Terdengar suara parau dari rumah bambu itu

"Ambuuu"

"Mariah, kamu Mariah?"

Keduanya saling memeluk dengan isak tangis yang menyayat.. 

"Akhirnya anak ambu kembali"


Mamih Darliah terkena sakit parah, dia tak bisa bangun dari tempat tidurnya sama sekali. Beberapa waktu kemudian dia memanggil kami "Mariah, Darsih, jika keinginan kalian berdua adalah pulang ke kampung Cihanjuang, besok Karna antar kalian sampai kesana"

"Mamih terimakasih mamih" Emak memeluk mamih Darliah yang sudah tidak berdaya, dari sudut matanya mengalir deras air mata "maafkan aku Mariah, anakmu Kadarsih layak untuk hidup lebih baik dari kamu"


Air Cihanjuang memang sangat sejuk dan menenangkan. Kehidupan warganya yang rukun dan damai, karena kampung ini dipimpin seorang ulama yang berilmu dan berakhlak mulia, yaitu Abah Kyai Ma'ruf. 


Banyak mata yang melihat aku dengan penuh tanya, saat sore itu. Emak mengantarkan aku ke pesantren. Tatapan mereka seolah menguliti siapa aku. Namun,p Emak meyakinkan aku untuk kuat, karena cukup dia yang mengalami hidup bak di neraka.


***


Tidak terasa hari ini adalah hari dimana aku telah menyelesaikan sekolah Madrasah Aliyah, seorang kawan mengajak aku untuk merantau ke ibu kota. Tapi Emak melarang. Akhirnya aku memilih untuk berkhidmat kepada Abah Kyai. Membantu apa saja kebutuhan di rumah beliau. Mulai dari bebersih, memasak dan sesekali mengajar ngaji anak-anak Raudhatul Athfal (TK). 


"Fa Inna maal usri yusro, Inna maal usri yusro" Suara merdu dari salah satu bilik rumah Abah Kyai setiap pagi entah mengapa membuat hatiku sejuk, dan damai.

Beberapa kali berpapasan dengan pemilik suara itu, hatiku rasanya tidak karuan.


"Darsih, antar minum dan kue ini ke kamar Gus Muhyi ya" Suara Ibu Nyai dari dapur yang sibuk mengatur sarapan pagi ini. "Dia mau sidang skripsi, jadi minta sarapan nya diantar ke kamarnya"


Nampan yang berisi teh hangat dan kue aku bawa dengan hati yang benar-benar dag dig dug, ruang dapur terasa memanjang dan sangat jauh. 

"Assalamu'alaikum Gus, ini minuman dan kuenya"

"Waalaikumsalam, oh iya masuk saja"

Kemudian aku masuk ke kamar, terlihat disudut jendela ada sosok yang tengah menghadap komputer, disampingnya berserakan buku-buku dan kertas. 

"Simpan dimana Gus?"

"Sini di meja saja"

Mata itu melirik ke arahku, dan dalam beberapa detik kami saling menatap. Aku buru-buru beristighfar dan menyimpan nampan di meja samping komputer.


*****


"Kobiltu nikahaha wa tajwijaha Khoirunnisa binti K.H.Abdul Manaf dengan Mas Kawin 27 gr emas dibayar tunai."

"SAHHHHH" suara hadirin bergemuruh.


"Ngga mungkin Gus, Si Darsih itu anaknya Mariah seorang pelacur, Ummi ngga mungkin ngasih kamu ijin untuk menikahinya" 

"Tapi, Ummi yang jadi pelacur itu ibunya, itupun ibunya jadi pelacur karena diperkosa"

"Cukup Gus, Ummi tidak mau lagi berdebat dengan kamu, Nisa putri Pak Kyai Manaf itu Hafal Al Qur'an lulusan terbaik di Universitas ternama di Yogyakarta, kamu itu beruntung mendapatkan dia"


***

Cinta yang tak boleh tumbuh itu menerobos masuk diantara aku dan Gus Muhyi. 


Suara jangkrik dan tonggeret menemani dzikirku malam ini.. 

Aku minder karena banyak orang yang menolak keberadaanku. Seperti bunyi tabuhan Sintren dengan irama cepat aku pun menjadi orang yang mau serba cepat, aku mudah semangat tetapi dalam bersamaan akupun mudah drop, aku mudah percaya sekaligus mudah dimanfaatkan.


Suara lain di hatiku seolah membalasnya,

"Aku memang ditolak oleh beberapa orang, tapi masih banyak orang yang mau menerimaku, aku memang mau serba cepat tapi aku justru orang yang sangat peka dan pekerja keras, aku memang mudah semangat dan mudah drop maka aku sekarang memilih berkumpul bersama orang-orang yang baik, sholeh dan sholehah, aku memang mudah percaya dan dimanfaatkan, tapi kini aku lebih eling dan waspada."


"Aku wanita yang cerdas, maka aku bersyukur atas karunia ini, aku seorang penulis yang baik maka aku berterima kasih atas ini, meskipun baru menjadi pemimpin di Raudhatul Athfal tapi aku seorang pemimpin yang amanah sungguh syukur tiada terkira atas nikmat ini, aku mudah menerima masukan dan mau belajar sujud syukur atas karunia yang tak terhingga ini."


"Selama ini aku selalu ingin melihat Emak dan Nenek bahagia, asal mereka bahagia tak apa aku menderita. Tetapi bagaimana mungkin aku bisa mencintai mereka, jika aku sendiri tidak mencintai diri sendiri?"


Mulai malam ini aku bertekad selalu mengingat karunia yang telah aku terima dan bersyukur atas karunia ini sebelum mataku tertidur, aku akan tersenyum lebar saat bangun dan mengucapkan syukur serta harapanku, tersenyum kepada semua orang yang aku temui, berterimakasih kepada semua organ tubuhku, menerima kenyataan aku terlahir dari seorang ibu pelacur, masa kecilku keliling kampung menjadi Gadis Sintren. Aku mencintai seseorang yang kini telah mengucapkan akad nikah dengan wanita lain, bercermin dan berterimakasih kepada diri sendiri, menyediakan waktu untuk sendiri, berbagi ilmu dan makanan atau tenaga kepada orang yang membutuhkan, dan bertanya kabar "Kadarsih, apa kabarmu hari ini?"


***


Nurhusniyati Hidayat


#komunitaspermatahati

#energicintakeluarga

#happyinsidebrightoutside

#behappy

#growtogether

#jurnalhati

#selflove


💓 I love my self 💓

Tidak ada komentar:

Posting Komentar